Senin, 09 Desember 2013

NYANYIKANLAH KIDUNG BARU (NKB) EDISI AKORD


Kata Pengantar


Puji syukur kepada TUHAN atas penyertaan dan bimbingan-NYA, akhirnya penyusunan naskah buku nyanyian Nyanyikanlah Kidung Baru dalam edisi akord (NKB Edisi Akord) dapat dirampungkan pada bulan Mei 2013 silam.
Buku nyanyian NKB Edisi Akord ini disusun dalam rangka membantu para pemain musik gereja yang mau belajar dan/atau memainkan lagu-lagu yang terhimpun di dalam buku nyanyian NKB dengan menerapkan harmoni akord secara baik dan teratur.
Di samping itu, penyusunan buku ini juga dimaksudkan untuk melengkapi koleksi himpunan nyanyian jemaat dalam edisi akord lainnya yang telah disusun dan diterbitkan oleh Yamuger (Yayasan Musik Gereja Indonesia) yakni Kidung Jemaat Edisi Akord (KJ Edisi Akord) dan Pelengkap Kidung Jemaat Edisi Akord (PKJ Edisi Akord).

Kamis, 07 Juni 2012

PRAKTEK PUJI-PUJIAN GEREJAWI

(PANTAUAN DARI BALKON GEREJA)

Catatan Awal
     Aktifitas puji-pujian gerejawi di dalam setiap proses peribadatan merupakan sebuah bentuk respon/tanggapan jemaat/peserta kebaktian yang sekaligus juga merupakan sebuah ungkapan iman akan kebesaran dan kemuliaan ALLAH, kasih karunia, dan penyertaan ALLAH di dalam kehidupan beriman kita. Sebagaimana puji-pujian jemaat/liturgi, pemilihan dan penetapan nyanyian/lagu untuk dinyanyikan di dalam sebuah liturgi kebaktian pun disarankan atau harus mencerminkan nilai-nilai spiritualitas iman Kristiani yang menjunjung tinggi ALLAH Tri Tunggal sebagai pusat puji-pujian dan penyembahan, merefleksikan pergumulan rohani jemaat dan/atau gereja, serta memotivasi pertumbuhan dan perkembangannya.

Senin, 08 Agustus 2011

SOS: SELAMATKAN JIWA/SPIRIT KEKRISTENAN...!


(SURAT KEPADA SAHABAT GMIT-KU)

Catatan Awal
        SYALOM! Surat ini saya sampaikan kepada semua sahabat GMIT-ku di mana saja berada, yang bersimpati memperjuangkan cara/praktek puji-pujian liturgi dan/atau puji-pujian jemaat yang baik, benar dan bertanggung jawab sesuai dengan prinsip dan aturan dasar bernyanyi. Cara/praktek puji-pujian dimaksud adalah bernyanyi dengan mengikuti ‘apa yang dikehendaki’ (baca: tuntutan) sebuah lagu, bukan mengikuti kehendak kita yang menyanyikannya. ‘Apa yang dikehendaki’ dari sebuah puji-pujian, mau tidak mau, harus diikuti oleh kita semua demi dapat menjaga ‘jiwa/spirit’ puji-pujian tersebut. Untuk mengikuti tuntutan lagu, dalam prakteknya, kita perlu memperhatikan seluruh simbol/petunjuk notasi yang tertera di dalamnya, dan menyanyikannya dengan baik dan benar. Surat ini pun perlu dimaknai sebagai sebuah “SOS” (pesan darurat, pen) bagi kita semua untuk menyelamatkan puji-pujian kita yang sudah dan sedang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

GEREJA DAN PEMAIN MUSIK GEREJA


(PANTAUAN DARI MENARA GEREJA -- BAGIAN II)

“Apa yang harus dipikirkan/dilakukan oleh gereja untuk bisa membenahi kondisi musik pengiring dan/atau aksi pemain musik gereja menjadi lebih baik?” Sebuah pertanyaan yang harus dan segera menjadi perhatian gereja sekaligus menjadi pekerjaan rumah yang harus dan segera diselesaikan dan/atau dijawab pula oleh gereja. Sebagai wahana pengiring puji-pujian, tidak bisa dipungkiri bahwa musik pengiring memiliki fungsi dan peran yang sangat besar dalam sebuah proses peribadatan. Percaya atau tidak, musik pengiring turut memberi andil yang sangat besar dalam hal: 1) menjaga dan memelihara kekhusukan, kekudusan dan/atau kehikmatan beribadat kepada ALLAH, 2) memotivasi kesungguhan dalam memuji dan memuliakan ALLAH, 3) membangkitkan semangat beribadat dan/atau ‘menyemarakkan’ suasana berbakti kepada ALLAH, dan 4) mendukung tanggapan/respon jemaat kepada ALLAH, di hadapan hadirat ALLAH, dan atas kehadiran ALLAH.

OKB: ORANG KRISTEN (DAN) BERNYANYI

(MONOLOG DARI KINTAL GEREJA)


      Saya pernah ditanya oleh seorang teman non Kristen dengan pertanyaan yang sebenarnya sederhana dan gampang tapi sangat sulit untuk dijawab, dan pertanyaan tersebut sekaligus merupakan sebuah ‘tamparan’ keras bagi kita sebagai orang Kristen. Dibilang ‘gampang’ karena memang pertanyaannya tidak sulit; tidak perlu ‘hitung-kali-bagi’ menggunakan rumus-rumus tertentu untuk menjawabnya. Namun dibilang ‘sulit’ karena jawaban dari pertanyaan tersebut akan sangat berpengaruh pada ‘citra kekristenan’ kita. Pertanyaan tersebut sebagai berikut:
“Semua orang Kristen pada pintar-pintar nyanyi, ya?” Saya persilahkan semua orang Kristen di seantero GMIT untuk menjawabnya.
Walaupun sudah dijawab bahwa tidak semua orang Kristen pandai bernyanyi, teman saya ini tidak percaya begitu saja, malah dipikirnya saya sedang memberikan jawaban yang sifatnya ‘merendah di atas bukit’. “Ha…ha…ta telek!”

PRAKTEK PUJI-PUJIAN GEREJAWI


(PANTAUAN DARI BALKON GEREJA)

Catatan Awal
            Aktifitas puji-pujian gerejawi di dalam setiap proses peribadatan merupakan sebuah bentuk respon/tanggapan jemaat/peserta kebaktian yang sekaligus juga merupakan sebuah ungkapan iman akan kebesaran dan kemuliaan ALLAH, kasih karunia, dan penyertaan ALLAH di dalam kehidupan beriman kita. Sebagaimana puji-pujian jemaat/liturgi, pemilihan dan penetapan nyanyian/lagu untuk dinyanyikan di dalam sebuah liturgi kebaktian pun disarankan atau harus mencerminkan nilai-nilai spiritualitas iman Kristiani yang menjunjung tinggi ALLAH Tri Tunggal sebagai pusat puji-pujian dan penyembahan, merefleksikan pergumulan rohani jemaat dan/atau gereja, serta memotivasi pertumbuhan dan perkembangannya.

Minggu, 29 November 2009

MENGOREKSI PRAKTEK PUJI-PUJIAN JEMAAT

(SARAN DARI MIMBAR KECIL)

“Mengoreksi Praktek Puji-Pujian Jemaat” (Bagian I) menyoroti praktek bernyanyi secara keseluruhan yang dilakukan oleh warga gereja/jemaat dalam melakukan puji-pujian jemaat/liturgi pada saat kebaktian. Sebuah praktek bernyanyi yang sungguh memprihatinkan yang selalu disuguhkan di dalam setiap proses kebaktian di hampir seluruh gereja-gereja di bawah naungan GMIT. Sebuah praktek puji-pujian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teori, praktek, etika maupun estetika berkesenian. Sebuah praktek puji-pujian yang meninggalkan ‘sejuta’ tanda tanya baik dari kalangan gereja/warga GMIT sendiri, maupun gereja/warga dari denominasi lain, dan bahkan dari kalangan non Kristen. Sebuah praktek puji-pujian yang akhirnya memberi ‘citra negatif’ bagi gereja/warga GMIT dari masa ke masa.